Jumat, November 25, 2016

Musuh dalam selimut

MUSUH DALAM SELIMUT

<Ustâdz Abdullah Zaen>

بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

“Bagai musuh dalam selimut” adalah sebuah peribahasa yang memiliki makna: orang dekat yang berkhianat diam-diam. Musuh yang berasal dari kalangannya sendiri. Musuh dekat yang dapat membuat celaka.

Jadi, musuh kita, bisa jadi adalah orang yang terdekat dengan kita…!

Hal itu telah diingatkan الله Subhânahu wa Ta‘âla di dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
(arti) “Wahai orang-orang yang berîmân, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka.” [QS at-Taghôbun (64) ayat 14].

Istri dan anak yang merupakan musuh kita adalah mereka yang menghalangi kita dari jalan الله dan melemahkan semangat dalam beribadah. Maka berhati-hatilah untuk mengikuti arahan mereka!

Demikian penafsiran yang disampaikan Imâm ath-Thobarî.

Manusia bertabiat mencintai anak dan istri. Maka الله menasehati para hamba-Nya agar jangan sampai kecintaan tersebut berakibat terseret mengikuti keinginan-keinginan mereka yang menyimpang dari agama.

Manakala anda akan berzakat, lalu isteri menyampaikan seribu satu alasan: ingin beli kulkas baru lah, anak minta uang jajan lebih lah, perlu beli televisi yang lebih besar lah. Maka berhati-hatilah, isteri anda sedang terjangkiti virus musuh.

Manakala anda membangunkan anak untuk berangkat Sholât Shubuh di Masjid, kemudian isteri menghalangi dengan alasan kasihan masih ngantuk, maka berhati-hatilah, itu merupakan salah satu indikasi adanya sifat musuh dalam diri isteri.

Manakala anda ingin berpegang dengan prinsip aqidah dan sunnah, lalu isteri berargumen: “Jangan lah, Pak? Ntar kita jadi bahan omongan tetangga”, maka berhati-hatilah, itu pertanda isteri berpeluang untuk menjadi musuh.

Adapun isteri yang merupakan teman setia anda adalah:
✓ isteri yang membangunkan anda manakala suara adzan dikumandangkan, saat anda masih tertidur lelap.
✓ isteri yang mengingatkan anda manakala zakat belum anda tunaikan.
✓ isteri yang menghibur anda, manakala anda dijauhi tetangga karena berpegang teguh dengan prinsip agama, dan bahkan memotivasi anda untuk terus meniti jalan kebenaran.

Sebagaimana yang dilakukan ibunda kita, Khodijah رضي الله عنها tatkala menghibur suaminya, Rosûlullôh صلى الله عليه و سلم yang ketakutan dan merasa khawatir saat wahyu turun pertama kali pada Beliau. Khodijah berkata:

كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا؛ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
(arti) ““Demi Allôh, tidak mungkin! Allôh tidak akan pernah menghinakanmu. Sebab engkau selalu bersilaturrohii, meringankan beban orang lain, memberi orang lain sesuatu yang tidak mereka dapatkan kecuali pada dirimu, gemar menjamu tamu, dan engkau membantu orang lain dalam musibah-musibah.” [HR al-Bukhôrî (hal 2 no 3); Muslim (II/376 no 401)].

Namun demikian, andaikan pada beberapa momen, isteri bersikap sebagai “musuh”, itu tidak otomatis lantas membuat kita bersikap kasar dan tidak membuka pintu ma’af untuknya. Namun justru kita berkewajiban untuk menasehatinya dengan tutur kata yang lembut dan penuh kasih sayang. Hal ini الله Subhânahu wa Ta‘âla ingatkan di akhir ayat QS at-Taghôbun (64) ayat 14 tersebut di atas:

“وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ”.
(arti) “Jika kalian ma’afkan dan kalian santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh Allôh Maha Pengampun Maha Penyayang.”

وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله و صحبه أجمعين

»»•««

Tidak ada komentar:

Posting Komentar