"kau akan membunuhku, daeng?" tanya si wanita terbata-bata, setelah sebelumnya berkali-kali bersimpuh di kaki suaminya mohon pengampunan. Lelaki yang kepergok sekamar bersamanya sudah lebih dulu kabur dengan melompat keluar jendela, raib ditelan pekatnya malam.
"mungkin sudah tiba saatnya, Dik.." ujar sang suami, seraya merengkuh wanita di hadapannya, memeluknya erat, mendudukkan di pangkuannya, dan membelai penuh kasih. Omongan orang-orang yang selama ini diabaikannya akhirnya dapat ia buktikan juga malam itu. Tak percuma ia sengaja pulang dari berdagang lebih cepat dari biasanya.
Singkat cerita, usai jeda cumbuan singkat itu sang suami yang diliputi rasa kalut mengangkat tinggi-tinggi badik yang dihunusnya dengan gemetar, lalu menghunjamkan tepat pada jantung wanita malang tersebut. Besarnya rasa cinta pada istrinya akhirnya kalah dengan keutamaan martabat. Dan memang demikian pada umumnya, ada falsafah Bugis bernama SIRI di mana maruah dijunjung tinggi hingga hampir setara kedudukannya dengan ideologi.
Sorry, ini bukan penggalan cerpen. Ini kisah romantis tragis based on true story yang diceritakan emak gw sore tadi. Mungkin ini biasa saja, hanya cerita pasaran yang sering berseliweran di timeline hingga program kriminal di televisi. Tapi inilah salah satu alasan yang kadang membuat gw betah berlama-lama berduaan di kamar emak. Selain mendengar curhat tentang kesehatannya, atau perilaku anak cucu, ia juga kerap membagi kisah-kisah menarik hingga silsilah orang-orang di masa lampau yang kiranya bisa diambil ibroh, yang gak gw temukan pada orang lain.
Emak gw lahir sebelum kemerdekaan Indonesia. Ia mengenyam masa pendidikan sekolah rakyat yang hanya mengandalkan ingatan. Gak ada buku-buku, melainkan papan kecil selebar nampan yang sekali hapus jika mata pelajaran usai. Orang-orang pada jamannya sejak kecil terlatih mengasah memori tanpa alat bantu. Maka gak berlebihan kiranya kalo Emak gw sebut sebagai perawi yang tsiqoh.
Tapi apakah ingatan saja cukup untuk berani gw anggap tsiqoh? Oh tentu saja tidak. Emak juga senantiasa menjaga ibadahnya. Dhuha dan qiyamullail gak pernah sekalipun ia tinggalkan meski berpayah-payah. Mengapa perlu gw sebut ini, karena ketekunan ibadah dan kejujuran tutur kata mestinya adalah hal yang seiring sejalan.
Gak jarang Emak enggan melanjutkan cerita jika ragu akan kadar keshahihannya. Gw pernah punya pengalaman tersendiri soal ini.
Pernah suatu ketika gw ingin mengangkat kisah bapak yang pernah terombang-ambing sendirian di lautan lepas selama berpuluh hari lamanya untuk dijadikan cerpen. Emak kekurangan data. Maka diajaklah gw mencari seorang narasumber bekas anak buah kapal bapak. Dengan berboncengan motor, kami menyusuri gang demi gang di sebuah daerah bernama Kampung Salo untuk mencari keberadaan orang yang bahkan kami pun gak tau sebelumnya apakah orangnya masih hidup atau sudah gak ada. Jika diingat-ingat rasanya konyol juga, orang tua yang bahkan berjalan pun payah itu mau melakukan hal ini demi pemenuhan hasrat anaknya, dan tentunya lebih dari itu demi akuratnya sebuah cerita.
Oke. Kembali ke soal kisah di awal postingan di atas.
Entah mengapa Emak sore tadi mengangkat tema tentang akhir dari sebuah perselingkuhan yang kebetulan menimpa kerabatnya sendiri di masa lalu. Gak nyadar emak meludah di akhir cerita, pertanda kejijikannya. Gw berusaha khusnudzon kalo emak bukannya meragukan kesetiaan gw atau keutuhan rumah tangga kami, tapi sekadar memberi peringatan akan bahaya selingkuh yang makin mudah dan banyak celahnya di era sosmed ini. Sebenarnya tanpa ia beri peringatan dengan cerita pun, ia sudah memberi tauladan dengan kisah sehidup semati bersama bapak. Gw ingat betul bagaimana saat-saat terakhir bapak yang menghembuskan nafas di pangkuan emak.
"bau ka!" bisik bapak saat itu sebelum melafalkan syahadat terakhir dengan nafas satu-satu. Bau-ka dalam bahasa Bugis berarti "cium saya!". Ini sungguh scene cerita perpisahan romantis, yang bahkan gak sempat dipikirkan Jack Dawson terhadap Rose.
Selingkuh. Hal yang ditakutkan emak gw ini disadari atau tidak saat ini sudah menjadi hal yang biasa. Sebagian orang malah menganggapnya sebagai trend dan perilaku kekinian. Awalnya cuma perasaan nyaman setelah curhat. Padahal nyaman identik dengan suka, suka dekat ke candu, dan candu ke cinta. Skemanya gak jauh-jauh dari itu. Jatuh cinta memang gak pernah salah, tapi tempat jatuhnya ini yang kadang bikin masalah. Kalo sudah meladeni suami atau istri orang, masihkah dianggap lumrah? Sudah sesempit itukah ruang sosmedmu hingga gak ada teman lain yang bisa diajak curhat selain orang yang gak ada hak bagimu?
"Ah, kami kan cuma iseng" atau "cuma chatting doang, apa salahnya?" itu rata-rata alasan kebanyakan. Padahal ini cuma soal waktu. Giliran terbuka kesempatan, eeh chattingnya lanjut ke curhat hal-hal pribadi, dan tanpa disadari malapetaka pun menanti. Saling memanggil sayang, padahal online shop juga bukan.
Sebagai laki-laki, gw akui gw juga masih sering melirik wanita lain. Kalo ada yang sama kayak gw maka mari kita tos dulu, karena ini manusiawi. Jangan dilawan, lemesin aja. Haha.. Kadang kita memang doyan mencari tantangan termasuk dalam hal yang menyerempet ke arah bahaya seperti selingkuh. Padahal selingkuh itu sebenarnya gampang. Tinggal hubungi mantan yang belum move on, kunfayakun, jadi maka jadilah.
Kalo mau yang lebih menantang sebenarnya bukan selingkuh, tapi coba yang lebih susah. Setia misalnya. Eeeea...
Perlu dipahami, selingkuh itu ibarat rayap. Rayap merusak rumah, selingkuh merusak rumah tangga. Semua rumah tangga hampir pasti pernah terganggu karena masalah orang ke tiga, baik selingkuh dalam skala kecil maupun besar. Sebagian dari kita mungkin hanya faktor keberuntungan saja Tuhan belum berkenan membuka aib masing-masing. Tapi serapih apapun kau simpan, meski misalnya kau selingkuh sambil pake tuxedo, dasi, dan sepatu pantofel biar rapih, lambat laun pasti akan ketahuan.
Sebenarnya ini gak perlu terjadi andai kita memahami indahnya islam. Islam mengatur segala sesuatu hingga ke adab pergaulan secara detail. Yang tau perkara ikhtilat, gadhul bashar, dan mahrom pasti ngerti batasannya. Ia yang sudah resmi halalan thoyyiban ditakdirkan jadi mahrom bagimu, maka itulah sebaik-baik yang Tuhan berikan. Gak usah cari yang KW-KW-an, ataupun meratapi indahnya mantan. Jangan sering stalking akun mantan, apalagi mengheningkan cipta mengenang jasa-jasa para mantan yang telah bahagia mendahului kita.
Kesal pada pasangan, gak lantas menjadi legitimasi untuk kau mencari pelarian pada hal-hal yang demikian.
Ada 3 hal yang bisa menentramkan hati jika kau berselisih dengan pasangan. Yang pertama adalah tidur, yang ke dua adalah pelukan. Dan yang ketiga adalah tidur sambil pelukan. Eeeeaa.. Wwkwk..
Pelukan membuat Anda lebih setia, karena saat berpelukan akan mengeluarkan hormon Oksitosin. Hormon ini membuat Anda merasa dekat satu sama lain. Silakan googling kalo gak percaya.
Sekadar berbagi tips yang pernah gw praktekkan, jika ada potensi ke arah selingkuh, sebaiknya lepaskan sejenak dunia pergaulan hingga sosmedmu, rengkuh anak-anakmu, tatap wajah polos mereka. Lalu pandang pasangannmu yang sedang pulas, lihat gurat-gurat lelah pada paras mereka. Tidakkah kau merasa bersalah telah dititipi amanah yang diteken di atas sighat taklik yang sah tapi kemudian kau sia-siakan atas nama kebahagiaan instan nan semu, yang belum tentu juga happy ending?
Lagipula berapa sih persentase perselingkuhan yang berhasil? Kalopun ada di antara artis yang sukses selingkuh hingga ke pelaminan, lihat saja seberapa tentram hidup mereka, dan seberapa beringas haters-nya. Sebelum yaumul hisab, niscaya seumur hidup mereka sudah dihukum duluan dengan hukum sosial, bahkan dianggap alamat segala sial.
Temans..
Apapun alasannya selingkuh gak ada benernya. Laki-laki yang ngajak selingkuh salah, perempuan yang tidak menjaga iffah dan seolah membuka ruang bahkan memancing terjadinya perselingkuhan juga sama saja.
Gw bukannya paling bener. Soal aib, gw pastinya ada dong. Aib gw alhamdulillah masih bisa gw simpan dengan rapi dan berharap terlindungi.
Gw cuma mau ngomong kalo besok belum tentu gw masih jadi temanmu, dan gak ada jaminan kau pun begitu. Banyak orang-orang yang akhirnya terpaksa gw blokir karena iklim pertemanan yang sudah gak sehat. Makanya, watawasaw bilhaq saja lah dari sekarang.
Teman datang dan pergi silih berganti, tapi keluarga kita tetap sebaik-baik tempat kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar